Kamis, 14 Juni 2012

Menyikapi Kesempurnaan Islam

Oleh : dr. H. Hanny Ronosulistyo, Sp. OG(K). M.M

Dulu pernah ada orang bekebangsaan Jepang, sarjana S3, ingin menyelidiki kitab-kitab agama (Hindu/Weda, Taurat, Injil, dan Al-Qur'an). Ia sendiri beragama Shinto. Setelah menyelidiki dan mempelajarinya, akhir dari kesimpulannya adalah yang terbaik itu Al-Qur'an.
Karena ia bukan seorang Muslim, maka ia tertarik kepada Al-Qur'an. Ia menilai, kitab suci umat Islam ini begitu lengkap. Kini ia ingin melihat umat Islam dan dimana negeri banyak penduduknya beragama Islam. Ia pun pergi ke Indonesia. Ia begitu heran melihat kehidupan negara ini. Kitab agamanya lebih sempurna, lengkap, dan peraturan tata cara hidup ada di dalamnya, tetapi negara ini korupsi lebih besar, sampah di mana-mana, ketidakjujuran merajalela, ketegasan hukum tidak ada, padahal dalam Al-Qur'an jelas aturannya. Ini sangat menyedihkan!.
Marilah kita buka QS. Al-Maa-idah : 3

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah394, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya395, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah396, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini397 orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa398 karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."                 (QS:Al-Maa-idah:3)

Ayat itu menunjukkan, risalah yang diemban oleh Rasulullah Saw sudah selesai. Ayat tersebut juga bermakna, Al-Qur'an merupakan penyempurna kitab-kitab Allah SWT yang diturunkan sebelumnya.
Kitab-kitab sebelumnya diturunkan-Nya untuk kaum tertentu dan isinya sesuai dengan konteks keadaan manusia saat zaman kitab itu diturunkan, termasuk dari sisi daya nalar atau intelektualitasnya.
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi terakhir, Muhammad Saw, untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Karenanya kandungan Al-Qur'an lebih sempurna dibandingkan dengan kitab-kitab sebelumnya. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat intelektualitas manusia yang makin maju.
Sangat banyak ayat Al-Qur'an yang menantang dan mengajak manusia untuk menggunakan pikirannya (Afaala ta'qilun? Apakah kalian tak berpikir?). Dengan kata lain, butuh kecerdasan untuk memahami Al-Qur'an.
Dalam aplikasinya, pada pernikahan/rumah tangga, kita ambil contoh tentang perceraian, dalam agama Katolik pasangan suami-istri tidak boleh bercerai, Islam membolehkan perceraian tapi perceraian itu dimurkai Allah. Apa maknanya?.
Umar berkata, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah talaq (perceraian)" (HR. Abu Daud dan Hakim).
Bedakan susunan kalimat tersebut dengan susunan kalimat berikut: "Sesuatu yang dibenci Allah, tetapi halal adalah talaq (perceraian)." Kiranya bila kita jeli, kita akan mengecap rasa kata yang berbeda sekaligus arti yang sekilas tampak sama, tapi memiliki kedalaman makna yang berbeda.
Pada kalimat pertama, penekanan ada pada dibenci Allah sedangkan pada kalimat kedua penekanan terdapat pada kalimat halal.
Tentunya bukan sebuah kebetulan bila Rasulullah Saw berkata dengan susunan kata atau redaksi seperti pada kalimat pertama. Semuanya penuh makna yang harus kita gali dengan seksama, termasuk penggalian dari sudut pandang semantik (ilmu tentang makna kata dan kalimat).
Sebagai perbandingan, mari kita rasakan perbedaan kalimat berikut: "Dia itu pintar tapi judes". Yang jadi penekanan pada kalimat ini adalah sikap judesnya (negatif). Bandingkan dengan: "dia itu judes tapi pinter". Yang jadi penekanan adalah pinternya (positif).
Apa yang bisa kita tarik dari redaksi kalimat: " Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian",  tak lain bahwa kita mesti berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai, karena penekanan lebih pada kebencian Allah, bukan pada halalnya perceraian tersebut.
Dari contoh diatas dapat kita lihat bahwa Islam merupakan agama yang mengajak manusia berpikir kritis, mempergunakan akalnya secara optimal dalam menggali pesan-pesan Ilahi, Islam merupakan agama yang sempurna, sudah semestinya kita selalu berupaya meningkatkan kualitas keislaman kita.
Kita sering merasa hebat menjadi Muslim sehingga kita tidak berupaya untuk meningkatkan ilmu agama kita, untuk menjadi mu'min, muttaqin, muhsin dan mukhlis.
Di dalam kehidupan kita harus berusaha mencapai tingkat yang ulama, Ulama artinya orang yang berilmu dam mumpuni (teruji) dalam bidang ilmu yang ia tekuni. Ilmu itu bisa ilmu agama Islam ataupun ilmu-ilmu lainnya yang menguatkan Islam, seperti ilmu falaq, ilmu bumi, ilmu kimia, dan astronomi. Jadi, ulama itu bukan hanya yang menguasai ilmu agama karena Al-Qur'an merupakan sumber dari segala ilmu.
Hal itu sering dilupakan. Akibatnya, para ilmuwan yang nenekuni bidang ilmu selain ilmu agama tidak diajak berdakwah sehingga mereka tumbuh menjadi sekuler. Keaadan ini tentunya merugikan umat Islam sendiri karena keilmuannya menjadi mandeg, tidak berkembang.
Hal lainnya yang harus kita sadari adalah kemajuan zaman membuat generasi muda menjadi melek ilmu. Bila para remaja seratus atau dua ratus tahun yang lalu bisa dipaksa untuk menerima dogma-dogma, generasi saat ini tidak mau menerima hal-hal yang tidak bisa dibuktikan, sehingga antara ilmuwan dalam bidang agama dan ilmuwan-ilmuwan lainnya harus dapat bersenergi dengan baik agar tidak terjadi dikotomi (pemisahan) ilmu dan ilmuwan.
Sebagai bahan instrospeksi dan renungan cobalah, kita perhatikan firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah : 26, tentang perumpamaan-perumpamaan dan hikmah-hikmah yang menjadi pelajaran buat manusia :

"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu33. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah34, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik," (QS:Al-Baqarah : 26)


Disesatkan Allah berarti orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.


"(Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".(QS:Ali-Imran : 8) 

Sumber : Materi Ceramah Dhuha Pusdai Jabar.

Senin, 14 Mei 2012

Lafadz ALLAH Di Perbukitan Bandung Selatan

Subhanallah.... sungguh Allah Maha Besar dengan segala Kekuasaannya, sudah sejak beberapa bulan yang lalu, saya selalu memperhatikan Maps atau Peta di Google, daerah selatan Jawa Barat, dari daerah Pacet sampai ke daerah Gununghalu, tertera Lafazd ALLAH ; dari daerah Pacet ke arah selatan menuju daerah Pakenjeng merupakan Huruf Arab berupa Huruf Alif, kemudian dari daerah Wanasuka ke arah selatan sampai daerah Bungbulang berupa Huruf Lam pertama, lalu dari daerah Sugihmukti sampai ke daerah Naringgul berupa Huruf Lam yang kedua dan daerah Gununghalu berupa bulatan menyerupai Huruf Haa.
Coba perhatikan gambar di bawah ini :


Lihat Peta Lebih Besar

Jumat, 16 Maret 2012

Islam Itu Akhlak Mulia

Oleh : Dra. Hj. Lenny Oemar


Akhlak yang baik akan tumbuh tatkala akidah seseorang kuat dan dipelihara dengan ibadah. Demikian diantara pendapat dua ulama kenamaan Syekh Sayyid Quthub dan Sayyid Hawa.
Banyak contoh dalam riwayat atau sejarah, bagaimana seseorang yang dihadapkan kepada situasi yang akan menjerumuskannya kepada maksiat, dapat menghindar tatkala ia menyadari keberadaan dan pengawasan Allah SWT.
"Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung."(QS. Yusuf [12:23])


Iman kepada Allah SWT. dan iman kepada hari akhirat akan melahirkan disiplin moral. Apa pun yang kita perbuat, akan diketahui Allah dan akan membalasnya bila tidak di dunia, pasti di akhirat.
Seseorang bisa berkelit dari ketentuan hukum dunia, melalui suap dan sogok atau lari dari negaranya ke negara lain, tetapi seseorang tidak akan bisa lari dari hukum Allah. Kadar keimanan seseorang sangat mempengaruhi kualitas akhlaknya. Seorang mukmin menyadari, hidup di dunia adalah hidup di alam cobaan (QS. 21:35, 67:2), tatkala hal-hal yang tidak diingini menimpa hidupnya ia sudah memiliki solusinya dari Allah (QS. 2:155-156), dan keyakinan bahwa dengan komitmen yang tinggi kepada Allah mereka akan mulia (QS. 9:35).
Kini keprihatinan kita sangat parah ketika melihat krisis akhlak merambah hampir ke setiap bidang kehidupan. Jangankan bagi orang awam atau tidak berpendidikan, yang mengaku beragama atau berlatar pendidikan formal tinggi pun banyak dilanda krisis akhlak, sehingga ada pendapat bahwa makin pandai seseorang yang rusak akhlaknya, makin canggih kejahatannya.
Mereka yang kurang pemahaman agamanya, yang sangat tipis keislamannya akan menantang para penyeru kebaikan dengan pertanyaan seperti yang tersurat dalam Al-Qur'an : 
"Dan mereka berkata: "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?"."(QS. Yaasiin [36:48])

dan
"Dan mereka berkata: "Kapankah datangnya ancaman itu jika kamu adalah orang-orang yang benar?"" (QS. Al-Mulk [67:25])

Mereka yang menambahkan kehidupan yang selaras dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, selalu bertanya dari mana kita harus memulai untuk menyembuhkan masyarakat yang sakit (akhlaknya) ini.
Sesungguhnya berbagai upaya sedang dan telah ditempuh, melalui da'wah Islamiyah, kajian-kajian keislaman dengan berbagai label, tabligh akbar, dzikir-dzikir massal, dan lainnya. Tempatnya pun disesuaikan dengan mad'u yang dituju, mulai dari mushala sampai hotel berbintang.
Namun, aktivitas-aktivitas pengikisan akidah dan keislaman pun makin gencar, karena banyak yang ditunggangi kepentingan bisnis. Para ulama, aktivis islam, yang meminta untuk melarang pornoaksi dan pornografi suaranya nyaris tak didengar. Kepentingan bisnis lebih mengedepankan ketimbang penyelamatan generasi muda.
Di segala bidang kehidupan, di bidang hukum dan penegakkan hukum sekalipun krisis akhlak terjadi. Masyarakat dapat secara terbuka melihat melalui televisi, radio, internet atau media masa cetak.
Islam yang diturunkan ke tengah masyarakat yang rusak akhlaknya di Jazirah Arabia, diawali dengan ajaran iman kepada Allah dan hari akhirat. Ayat-ayat Qur'an yang diturunkan prahijrah Rasulullah SAW. mengenalkan kepada masyarakat jahiliyah yang berbilang tuhan, siapa Allah, siapa diri mereka, dan bagaimana kelanjutan hidup mereka.
Iman kepada Allah dan hari akhirat membuat mereka mengubah perilaku dan melalui firman-firman-Nya yang di bacakan oleh Rasulullah SAW., serta diaktualisasikan dalam segala perilaku beliau. Masyarakat memperoleh tuntunan bagaimana hidup yang sesuai dengan aturan Allah.
Para ulama berpendapat, akidah(keimanan) dan ibadah(ritual) menumbuhkan akhlak yang baik.
Akhlak diterjemahkan dengan budi pekerti ataun moral. Keimanan atau akidah yang kemudian dijabarkan dalam seperangkat aturan hidup akan merefleksi pada akhlak yang baik. Rasulullah SAW. bersabda, "Agama adalah akhlak yang baik" dan "Sesempurnanya keimanan seorang mukmin adalah yang terbaik akhlaknya" (HR. At-Turmudzy).
Yang membedakan manusia dan hewan sesungguhnya bukan akal fikirannya, tetapi akhlaknya (QS. Al-A'raaf [7:179]). Tatkala manusia berakhlak buruk, maka mereka lebih sesat dari hewan ternak.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raaf [7:179])

"Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik1250 dan amal yang saleh dinaikkan-Nya1251. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur." (QS. Faathir [35:10])


Sebagian ahli tafsir mengatakan, perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid, yaitu Laa ilaa ha illallaah. Ada pula yang mengatakan dzikir kepada Allah dan semua perkataan yang baik yang diucapkan karena Allah.
Akibat akhlak tercela akan dijumpai akibatnya baik di dunia dan akhirat. Contoh, seorang koruptor, tatkala kejahatannya terbongkar, ia akan mendapat aib di dunia. Bila tidak taubatan nasuha, di akhirat dia akan mendapat siksaan neraka. Demikian pula kejahatan yang lain.
Mungkin sebuah kejahatan tersembunyi dari pantauan manusia, tetapi di hadapan Allah tidak ada yang tersembunyi dan bila Allah menghendaki suatu saat akan terbuka. Wallahu a'lam. 
(Sumber : "Bulletin Dakwah & Informasi Pusdai Jabar).

Minggu, 26 Februari 2012

Surat Al-'Ashr : Gunakan Waktu untuk Kebaikan

Oleh : K.H. Saiful Islam Mubarok, Lc., M.Ag


"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran". (QS. Al-'Ashr : 1-3).

Surat Al-'Ashr diatas terdiri dari tiga ayat, termasuk golongan Surat Makiyah (diturunkan di Mekkah), dan diturunkan sesudah Surat Alam Nasyrah. Nama Surat ini, Al-'Ashr (masa/waktu), diambil dari perkataan Al-'Ashr pada ayat pertamanya.
Inti Surat ini adalah semua manusia berada dalam keadaan merugi, bila mereka tidak mengisi waktunya dengan perbuatan-perbuatan baik.
Surat ini baik kita baca manakala kita akan berpisah, sangat dianjurkan oleh Rasullah Saw, untuk mengingatkan kita tentang hakikat waktu, hakikat umur.
Wal 'Ashri (demi masa). Ayat ini dimulai dengan sumpah Allah SWT dengan menyebut masa, itu artinya, Allah memberikan peringatan kepada kita agar betul-betul, berhati-hati, menghadapi waktu ini. Bila kita tidak berhati-hati menghadapinya, waktu akan mencelakai kita. Bila kita berhati-hati menghadapinya, waktu akan menyelamatkan kita, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya.
Inna Insana (sesungguhnya manusia). Kalimat ini meliputi jenis manusia, baik manusia yang hidup 2000 tahun yang lalu maupun 2000 tahun yang akan datang; manusiayang hidup sekarang dipenjuru dunia. Semua manusia hakikatnya ciptaan Allah, diberi akal, diberi kalbu, diberi perasaan, dan diberi nikmat sehat.
Lafii khusrin (benar-benar dalam kerugian). "Lam" di sini artinya "sungguh". "Fii" di dalam, "Khursin" artinya kerugian atau tenggelam dalam kerugian.
Walaupun harta yang melimpah, ilmu pengetahuan yang luas, ataupun sebaliknya tetap teracam dengan kerugian, bila tidak mampu menjalankan aturan Allah yang diturunkan dalam Al-Qur'an dalam mendapatkan dan menggunakan harta itu.
Dalam sebuah haditsnya, Rasullah Saw, menyebutkan ada tiga golongan manusia yang dipandang hebat oleh manusia, tapi masuk neraka.
Pertama, orang yang gagah, disebut pahlawan, pandai memainkan senjata, ahli berperang, tapi masuk neraka.
Kedua, orang yang suka menimba ilmu, orang alim (orang berilmu), sangat pandai, tapi ia juga masuk neraka.
Ketiga, orang yang melimpah hartanya, orang dermawan, suka menolong, dan sering memberi sumbangan kepada manusia yang kekurangan, tapi ia pun masuk neraka.
Apa penyebabnya? Tiada lain karena perbuatan amal baiknyatidak mengharapkan keridoan Allah dan tidak ada keikhlasan sedikit pun, melainkan mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia. Inilah yang difirmankan Allah dalam QS. Ali Imran : 91,


"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong."


Kalau begitu, apa yang paling berharga pada diri setiap manusia? Tiada lain hanyalah iman yang ikhlas dan mengerjakan amal saleh.
Surat Al-'Ashr diakhiri dengan ayat : "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran".
Inilah jalan untuk menghindari kerugian dalam hidup di dunia dan di akhirat: iman, amal saleh, atau perbuatan baik, dan saling menasihati atau saling mengingatkan dalam hal menaati kebenaran dan berlaku sabar. Wallahu a'lam.
Sumber : Bulletin Dakwah & Informasi Pusdai Jabar

Rabu, 08 Februari 2012

Hukum Merayakan Valentine's Day

Valentine itu perayaannya kaum Katolik. Kita hormati keyakinan mereka, namun tidak boleh ikut merayakannya. Bahkan, menurut sebuah sumber, sekitar tahun 1960-an, Gereja Vatikan menghapus perayaan Valentine ini dari kalender Gereja dan melarang umatnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual tersebut, karena jelas-jelas tidak berdasar (tidak ada dalam ajaran Kristen sendiri), karena memang Hari Valentine (Valentine's Day) sendiri berasal dari suatu ritual paganisme, ritual satanis, yang penuh kemaksiatan. Ritual kuno ini di zaman Romawi dikenal sebagai Lupercalia Festival, di mana para pemuda dan pemudi diperbolehkah melalukan kemaksiatan secara bebas di mana pun mereka mau.
Para pemuka agama Islam di seluruh dunia dari berbagai golongan dan gerakan Islam mana pun telah sepakat: haram hukumnya bagi umat Islam untuk ikut-ikutan merayakan Hari Valentine dengan tingkat partisipasi sekecil apa pun, bahkan sekedar mengucapkan "Selamat Hari Valentine" atau "Happy Valentine".
Rasulullah SAW dengan tegas melarang umat Islam untuk mengikuti tata cara peradaban selain Islam: "Barang siapa meniru peradaban meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut" (HR. At-Tirmizi).
Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), istilah Valentine yang disadur dari nama "Valentinus" merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci dalam Katolik) yang berbeda seorang pastur di Roma, uskup Interamna, dan seorang martir di Provinsi Romawi Africa (Wikipedia).
Tanggal 14 Februari dirayakan sebagai "Peringatan Santa Valentinus/Valentino" sebagai upaya mengungguli hari raya Lupercalica (Dewa Kesuburan) yang dirayakan tanggal 15 Februari. Beberapa sumber menyebutkan, jenasah Santo Hyppolyfus yang diindentifikasi sebagai jenasah Santo Valentinus diletakan dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whiterflar Street Carmelite Churc di Dublin Irlandia oleh Paus Gregorius XVI tahun 1836.
Sejak itu banyak wisatawan yang berziarah ke gereja ini pada tanggal 14 Februari. Pada tanggal tersebut sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Wallahu a'lam
Sumber : "Bulletin Dakwah & Informasi Pusdai Jabar 





Rabu, 25 Januari 2012

Ujian Menuju Surga




 Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu ujian seperti yang telah menimpa kepada orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka yang ada kaitannya dengan perekonomian dan kesengsaraan yang ada kaitannya dengan diri dan keluarga, serta digoncangkan dengan bermacam-macam ujian seperti bencana alam, sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Kapankah datangnya pertolongan Allah?"
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang yang sedang dalam perjalanan".
Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang sangat kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui, Firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah:214 di atas merupakan kata pengantar yang menjelaskan surga tidak bisa diraih dengan mudah, tetapi harus melalui berbagai ujian dan cobaan.
Menurut ayat diatas, soal-soal ujian itu hanya ada tiga macam:
Pertama, Al-Ba sa'. Yaitu ujian yang ada kaitannya dengan masalah harta atau kekayaan, sebagai kebutuhan seluruh manusia, yang bisa menjadi sarana untuk kesempurnaan ibadah kepada Allah. Semua ibadah itu tidak terlepas dari harta, apalagi ibadah haji dan umrah.
Kalau ibadah sholat ingin tenang, maka masjidnya terlebih dahulu harus dibiayai dengan harta, pun demikian dengan pendidikan anak, kalau ingin maju harus dibiayai oleh ibu bapaknya.
Kita banyak berharap. punya anak sholeh tetapi bermodalkan kemalasan, itu sama saja dengan memacing ikan berumpan dari biji salak. Kita ingin punya rumah tangga yang tentram dan damai serta istri tetap setia juga harus pakai biaya.
Kadang-kadang kita menuntut istri seperti bintang film, cantik nan rupawan, tetapi modal buat kosmetiknya hanya cukup untuk membeli bedak.
Ke surga itu tidak ada yang gratis, tetapi butuh ongkos dan modal. Di samping itu, harta juga bisa menjadi musibah, jalan tol menuju neraka jahanam. Al-Qur'an menampilkan profil manusia yang celaka dan yang lulus dalam menghadapi ujian hidup.
Fir'aun dan Qorun atau Abu Lahab dan Abu Jahal adalah profil manusia celaka karena harta, Nabi Yusuf profil manusia istiqomah tidak tergoda oleh wanita yang siap menyerahkan kehormatan dan harta kekayaannya, beliau lebih memilih masuk penjara dari pada harus berselingkuh dengan istri orang. Para pejabat di zaman sekarang ini juga banyak yang mengikuti Nabi Yusuf masuk penjara tetapi karena mengkorup dan merampok uang Negara.
Kedua, Adldlorro. Disebut setelah Al-Ba sa' sebab kenyataannya manusia sering mengutamakan membela kekayaan daripada keselamatan diri dan keutuhan keluarganya. Kakak beradik bisa saling bermusuhan karena memeperebutkan harta warisan, dengan tetangga tidak akur karena membela batas-batas tanah dan lain-lain.
Badan kita tidak akan selamanya sehat, tetapi suatu saat pasti akan sakit, setelah sakit mungkin bisa sembuh atau terus kembali kepada Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, robahnya situasi diri dan keluarga jangan menjadi penyebab robahnya keimanan yang bisa menggagalkan kita meraih surga.
Ketiga, Zulzilu. Ujian yang biasanya datang di luar dugaan dan sangkaan pikiran manusia. Gunung meletus, banjir, atau Tsunami, kemarau panjang, gempa itu merupakan ujian gabungan antara Al-Ba sa' dan Adldlorroyang sering membuat kita terpisah dengan harta dan keluarga yang kita cintai.
Pada ayat di atas, digambarkan saking beratnya suatu ujian, maka Rasul dan orang-orang yang beriman berkata meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa, Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mencontoh Rasulakan diberi jalan keluar ketika menghadapi ujian.
Hidup di dunia ini, betapapun kaya dan berkuasanya kita, tetap tidak bisa sendirian, tetapi butuh bantuan orang lain. Makanan enak bisa dibuat tetapi nikmat makan itu anugerah dari Allah SWT., rumah indah dan megah, kamar tidur di buat nyaman sedemikian rupa, tetapi nikmat tidur itu belum tentu dapat kita rasakan.
Kadang-kadang nikmat tidur baru kita rasakan ketika khotib sedang berkhutbah. Mengapa Rasulullah SAW. memerintahkan kepada kita, ketika menikahkan anak itu harus mengundang orang-orang terutama yang miskin, sebab membangun rumah tangga itu tidak bisa olaeh berdua, tetapi perlu do'anya dari orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Kalau kita sudah bisa berbuat kebajikan kepada orang tua, handai tolan, tetangga, anak-anak yatim atau orang-orang yang membutuhkan bantuan, maka besar harapan kita dapat diselamatkan oleh do'anya orang-orang yang pernah kita bantu.
Rasulullah SAW. mengisahkan ada tiga orang yang terperangkap di dalam gua, mereka bisa keluar dari gua itu karena orang pertama selalu berbakti kepada kedua orang tuanya, yang kedua bisa menjaga syahwat, dan yang ketiga menyayangi para karyawannya yang miskin.
Kalau mengukur tenaga, tidak akan mungkin tenaga ketiga orang itu mendorong batu yang menutupi pintu gua, tetapi amal shaleh yang pernah mereka perbuatlah yang menjadi tenaga dikabulkannya do'a.
Sudah saatnya, kita programkan minimal 2.5 persen dari penghasilan kita setiap bulannya diserahkan ke lembaga Amil Zakat agar lebih maslahat, jangan sekali-kali muzaki merangkap amilin, membagi zakat sendiri langsung kepada fakir miskin.
Membagikan zakat sendiri disamping tidak mencontoh sunnah, juga lebih besar madlaratnya, terjerumus ke dalam riya. Ayat ke 215 ditutup kalau seseorang berbuat kebajikan yang tidak diketahui orang lain, jangan takut hilang, sebab terhadap amal itu Allah Maha Mengetahuinya. Wallahu a'lam. (A. Mukhsin).
Sumber : Buletin "USWAH" Buletin Dakwah dan Informasi Pusdai Jabar.



 

Lahir dari Keluarga Muslim, Haruskah Syahadat Lagi?

Seluruh manusia hakikatnya sudah beriman (muslim)  sejak lahir karena di alam ruh mereka (kita, manusia) sudah mengakui Allah SWT sebagai Tuhan.
 "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi   mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya beriman), 'Bukankan Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan'" (QS: Al-A'raf[7]: 172).
Para orang tua atau lingkunganlah yang dapat mengukuhkan keislaman itu, atau mengubahnya menjadi penganut agama lain.
 "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits shahih tersebut Nabi Muhammad Saw tidak menyebut nama "Islam", secara tidakk langsung mengukuhkan bahwa manusia sejak lahir itu Islam/Muslim. Fitrah yang dimaksud adalah beriman Islam(Muslim).
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tiada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS: Al-Rum: 30). 
Sebab itulah, Rasulullah Saw juga tidak memerintah seorang pun diantara mereka kaum muslimin agar membaca syahadat lagi (syahadat ulang) saat ia balig. Lagi pula, jika kita ada dalam keluarga Muslim, sejak kecil biasanya kita sudah belajar shalat dan mengaji, dan berlanjut hingga dewasa (akil balig).
Paling tidak setiap Muslim mengucapkan syahadat tiap hari dalam shalat. Paling tidak, kita baca syahdat 9 kali saat “tasyahud” dalam shalat, yaitu 2 kali dalam shalat Dzhuhur, 2 kali dalam shalat Ashar, 2 kali dalam shalat Maghrib, 2 kali dalam shalat Isya’ dan 1 kali dalam shalat Subuh, Jika ditambah shalat sunat, tentu jumlah syahadat juga bertambah.
Syahadat hanya diucapkan orang kafir yang masuk Islam, tepatnya kembali ke fitrahnya sebagai manusia beriman (Islam) sebagai tanda dirinya masuk Islam.
Sejauh ini, kita tidak menemukan dalil atau catatan sejarah, yang dhoif sekalipun, yang menunjukkan bahwa anak-anak para sahabat Nabi, para tabi’in, para ulama salaf, dan setiap generasi Muslim sepanjang 14 abad lalu, pernah melakukan syahadat lagi/syahadat ulang.
Jika ada sebuah kelompok yang mewajibkan syahadat kepada anggotanya, maka biasanya itu kelompok sempalan. Mereka tidak punya satu pun dalil Al-Qur’an, Hadits, ataupun Ijma dan Ijtihad ulama salaf, juga contoh dari para sahabat. Biasanya kelompok demikian menganggap orang di luar kelompoknya sebagai kafir. Karenanya sekali lagi, tidak ada istilah syahadat ulang. Wallahu a’lam.
Sumber: Bulletin "USWAH" Bulletin Dakwan dan Informasi Pusdai Jabar


Senin, 23 Januari 2012

Tujuh Tanda Cinta kepada Allah SWT

Banyak orang mengaku cinta Allah SWT, tetapi masing-masing mesti memeriksa diri sendiri berkenaan dengan kemurnian cinta yang ia miliki.
Ujian pertama, ia mesti tidak membenci tentang mati, karena tak ada seorang "teman" pun yang ketakutan ketika akan bertemu "teman"nya.
Nabi Muhammad Saw bersabda : "Siapa yang ingin melihat Allah, Allah pun ingin melihatnya".
Memang benar, seorang pecinta Allah yang ikhlas mungkin saja bisa takut akan kematian sebelum ia menyesuaikan persiapannya untuk ke akhirat, tapi jika ia ikhlas ia akan rajin dalam membuat persiapan-persiapan itu.
Ujian keikhlasan yang kedua, seseorang mesti rela mengorbankan kehendaknya demi kehendak Allah, mesti berpegang erat-erat kepada apa yang membawanya lebih dekat kepada Allah, dan mesti menjauhikan diri dari tempat-tempat yang menyebabkan ia bearada jauh dari Allah.
Perbuatan dosa bukanlah bukti bahwa dia tidak mencintai Allah sama sekali, tetapi hal itu hanya membuktikan bahwa ia tidak mencintai-Nya sepenuh hati. Wali Fudhail berkata pada seseorang : "Jika seseorang bertanya kepadaku, cintakah engkau kepada Allah, maka diamlah, karena jika engkau berkata : "Saya tidak mencintai-Nya," maka engkau menjadi seorang kafir, dan jika engkau berkata : "Ya, saya mencintai Allah, padahal perbuatan-perbuatanmu bertentangan dengan itu" .
Ujian yang ketiga, dzikrullah (mengingat Allah) mesti secara otomatis terus tetap segar di dalam hati manusia. Jika seseorang memang mencintai, maka ia akan terus mengingat-ngingat, dan jika cintanya itu sempurna, maka ia tidak akan pernah melupakan-Nya. Meskipun demikian, memang mungkin terjadi bahwa sementara kecintaan kepada Allah tidak menempati tempat utama di hati seseorang, kecintaan kepada Allah-lah yang berada di tempat itu, karena cinta adalah sesuatu yang lain.
Ujian yang keempat, ia akan mencintai Al-Qur'an yang merupakan firman Allah dan Muhammad Nabiyullah, jika cintanya memang benar-benar kuat, ia akan mencintai semua manusia, karena mereka semua adalah hamba-hamba Allah. Malah cintanya akan melingkupi semua makhluk, karena orang yang mencintai seseorang akan mencintai karya-karya cipta dan tulisannya.
Ujian kelima, ia akan bersikap tamak terhadap 'uzlah untuk tujuan ibadah. Ia akan terus mendambakan datangnya malam agar bisa berhubungan dengan Temannya tanpa halangan. Jika ia lebih menyukai bercakap-cakap di siang hari dan tidur di malam hari daripada 'uzlah seperti itu, maka cintanya tidak sempurna.
Allah berkata kepada Daud a.s. : "Jangan terlalu dekat dengan manusia, karena ada dua jenis orang yang menghalangi kehadiranKu : orang-orang bernafsu mencari imbalan dan kemudian semangatnya mengendor ketika  telah mendapatkannya, dan orang-orang yang lebih menyukai pikiran-pikirannya sendiri daripada mengingatKu. Tanda-tanda ketidak-hadiranKu adalah bahwa Aku meninggalkannya sendiri.
Sebenarnyalah, jika kecintaan kepada Allah benar-benar menguasai hati manusia, semua cinta kepada yang lain pun akan hilang. Salah seorang dari Bani Israil mempunyai kebiasaan sembahyang di malam hari, tetapi ketika tahu seekor burung bisa bernyanyi dengan sangat merdu di atas sebatang pohon, ia pun mulai sembahyang di bawah pohon itu agar dapat menikmati kesenangan mendengarkan burung itu.
Allah memerintahkan Daud a.s. untuk pergi dan berkata kepadanya : "Engkau telah mencampurkan kecintaan seekor burung yang merdu dengan kecintaan kepadaKu, maka tingkatanmu di kalangan para wali pun terendahkan".
Di pihak lain, beberapa orang telah mencintai Allah dengan kecintaan sedemikian rupa, sehingga ketika mereka sedang berkhidmat dalam ibadah, rumah-rumah mereka telah terbakar dan mereka tidak mengetahuinya.
Ujian keenam adalah bahwa ibadah pun menjadi mudah baginya. Seorang wali berkata : "Selama 30 tahun pertama saya menjalankan ibadah malamku dengan susah payah, tetapi tiga puluh tahun kemudian hal itu telah menjadi suatu kesenangan bagiku".
Jika kecintaan kepada Allah sudah sempurna, maka tak ada kebahagiaan beribadah.
Ujian ketujuh, pecinta Allah akan mencintai orang-orang yang menaatiNya, dan membenci orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak taat. sebagaimana kata Al-Qur'an : "Mereka bersikap keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang dengan sesamanya". Nabi Muhammad saw pernah bertanya kepada Allah : "Ya Allah, siapakah pencinta-pencintaMu?" Dan jawabannya pun datang : "Orang-orang yang berpegang erat-erat kepadaKu sebagaimana seorang anak kepada ibunya, yang berlindung di dalam pengingatan kepadaKu sebagaimana seekor burung mencari naungan pada sarangnya, dan akan sangat marah jika melihat perbuatan dosa sebagaimana seekor macan marah yang tidak takut kepada apa pun".
(Sumber : Imam Al-Ghazali, Kimia Kebahagiaan/The Alchemy of Happiness).
(Disadur dari : Bulletin Dakwah dan Informasi Pusdai Jabar).






 

Senin, 16 Januari 2012

Islam Melarang Ramalan dan Khurafat

Oleh Syekh Yusuf Al-Qaradhawi

Nabi Muhammad Saw datang dan dijumpainya di tengah-tengah masyarakat, ada sekelompok manusia tukang dusta yang disebut kuhhan (dukun) dan arraf (tukang ramal). Mereka mengaku dapat mengetahui perkara-perkara ghaib, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang, dengan jalan mengadakan hubungan dengan jin dan sebagainya.
Justru itu Rasulullah Saw kemudian memproklamirkan perang dengan kedustaan yang tidak berlandaskan ilmu, petunjuk maupun dalil syara'.
Rasulullah membacakan kepada mereka wahyu Allah yang berbunyi: "Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi melainkan Allah semesta." (An-Naml: 65)
Bukan malaikat, bukan jin dan bukan manusia yang mengetahui perkara-perkara ghaib.
Rasulullah juga menegaskan tentang dirinya dengan perintah Allah SWT sebagai berikut: "Kalau saya dapat mengetahui perkara ghaib, niscaya saya dapat dapat memperoleh kekayaan yang banyak dan saya tidak akan ditimpa suatu musibah; tidak lain saya hanyalah seorang (Nabi) yang membawa khabar duka dan khabar gembira untuk kaum yang mau beriman." (QS. Al-A'raf: 188)
Allah memberitahukan tentang jinnya Nabi Sulaiman sebagai berikut: "Sungguh andaikata mereka (jin) itu dapat mengetahui perkara ghaib, niscaya mereka tidak kekal dalam siksaan yang hina." (QS. Saba: 14)
Oleh karena itu, barangsiapa mengaku dapat mengetahui perkara ghaib yang sebenarnya, berarti dia mendustakan Allah, mendustakan kenyataan dan mendustakan manusia banyak.
Sebagian utusan pernah datang ke tempat Nabi, mereka menganggap bahwa Nabi adalah salah seorang yang mengaku dapat mengetahui perkara ghaib. Kemudian mereka menyembunyikan sesuatu di tangannya dan berkata kepada Nabi: "Tahukah tuan apakah ini?" Maka Nabi menjawab dengan tegas: "Aku bukan seorang tukangtenung, sebab sesungguhnya tukang tenung serta seluruh tuukang tenung di neraka,"


Percaya Kepada Tukang Tenung, Kufur
 Islam tidak membatasi dosa hanya kepada tukang tenung dan pendusta saja, tetapi seluruh orang yang datang dan bertanya serta membenarkan ramalan dan kesesatan mereka itu akan bersekutu dalam dosa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: "Barangsiapa datang ke tempat juru ramal, kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan apa yang dikatakan, maka sembahyangnya tidak akan diterima selama 40 hari." (Riwayat Muslim)
"barangsiapa datang ke tempat tukang tenung, kemudian mempercayai apa yang dikatakan, maka sesungguhnya dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw." (Riwayat Bazzar dengan sanad yang baik dan kuat)
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw itu mengatakan, bahwa hanya Allahlah yang mengetahui perkara ghaib, sedang Nabi Muhammad Saw sendiri tidak mengetahuinya, apalagi orang lain.
Firman Allah: "Katakanlah! Saya tidak berkata kepadaKu kepadamu, bahwa saya mempunyai perbendaharaan Allah, dan saya tidak dapat mengetahui perkara ghaib, dan saya tidak berkata kepadamu bahwa saya adalah malaikat, tetapi saya hanyalah mengikut apa yang diwahyukan kepadaku," (QS: Al-An'am: 50)
Kalau seorang muslim telah mengetahui persoalan ini dari Al-Qur'an yang telah menyatakan begitu jelas kemudian dia percaya, bahwa sementara manusia ada yang menyingkap tabir qodar dan mengetahui seluruh rahasia yang tersembunyi, maka berarti telah kufur terhadap wahyu yang diturunan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sumber: Halal dan Haram dalam Islam oleh Syekh Muhammad Yusuf Al-Qardhawi. Penerbit: Pt. Bina ilmu, 1993/Media Ismet." 
Sumber: Bulltin "Uswah" Media dan informasi Pusdai Jabar.

Minggu, 15 Januari 2012

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Dalam Islam hanya dua hari raya, yaitu hari Idul Fitri dan Idul Adha. Selebihnya, tidak ada syariatnya sehingga sebagai muslim tidak ada kepentingan apa pun untuk merayakan Tahun Baru Masehi.

Lagi pula, tahun baru Masehi itu hari raya umat Kristiani yang masih satu paket dengan hari Natal. Makanya ungkapan mereka "Selamat Hari Natal dan Tahun Baru." (Merry Chrismas and Happy New Year). Jadi, biarkan mereka yang merayakan, kita jangan ikut-ikutan, namun harus menghormati keyakinan mereka dan tidak boleh mengganggu.

Bagi orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru Masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih. Nama Masehi diambil dari kata Al-Masih, gelar untuk Nabi Isa yang dianggap Tuhan oleh umat Kristen.
Masa sebelum kelahiran Isa Al-Masih dinamakan masa sebelum Masehi (BC = Before Christ).

Seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi. Fatwa MUI tanggal 7 Maret 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H menegaskan "Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya Haram. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal."

Merayakan tahun baru Masehi juga dikategorikan "tasyabuh" (menyerupai perilaku suatu kaum). "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud, Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban). Wallahu a'lam (Arsip KSI). 

Sumber : Bulletin "USWAH" Bulletin Dakwah dan Informasi Pusdai Jabar

Jumat, 13 Januari 2012

Anak yang meninggal, bantu orang tuanya masuk surga?

Sejumlah hadist shahih menyebutkan, anak kecil (balita atau belum balig) yang meninggal dunia, dan dipastikan masuk surga karena belum mempunyai dosa, bisa membantu orang tuanya di akhirat kelak, selama orang tua tersebut orang beriman. Benar pula bahwa hal itu juga tergantung kelakuan orang tuanya.
Diriwayatkan, seorang sahabat bernama Abu Hissan berkata "Saya mengatakan kepada Abu Hurairah, bahwa dua orang anakku telah meninggal dunia. Adakah berita (hadits) Rasulullah Saw yang dapat engkau sampaikan kepadaku yang dapat menyenangkan hati kami berkenaan dengan anak kami yang meninggal dunia itu?" Abu Hurairah menjawab : Ada! Anak-anak kecil (yang meninggal) menjadi kanak-kanak surga, ditemuinya kedua ibu bapaknya, lalu dipegangnya pakaian ibu bapaknya ~~sebagaimana saya memegang tepi pakaian ini~~ dan tidak berhenti (memegang pakaian) sampai Allah memasukkannya dan kedua ibu bapaknya kedalam surga.(HR. Muslim).
Tiada di antara kalian perempuan yang ditinggal mati tiga anak-anaknya kecuali ketiga anak tersebut menjadi penghalang (hijab) bagi perempuan itu dari api neraka. Seorang perempuan bertanya, "Dan dari dua orang anak?" Jawab Rasul, "(Ya)" dari dua orang anak.
Perempuan mana pun yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, maka ketiga anaknya itu akan menjadi dinding baginya dari api neraka." (HR. Bukhari dari Abu Sa'id Al Khudri).
"Anak-anak kecil (menjadi) kunang-kunang di dalam surga, seorang di antara mereka menemui ayahnya, memegang bajunya tidak berhenti sampai Allah memasukkan dia dan ayahnya ke dalam surga" (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim dari Abu Hurairah).
 Menurut Hadist Qudsi, Allah SWT berfirman pada hari kiamat kepada anak-anak : "Masuklah kalian ke dalam surga!" Anak-anak itu berkata : "Ya Rabbi (kami menunggu) hingga ayah ibu kami masuk." Lalu mereka medekati pintu surga! tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah berfirman lagi : "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian kedalam surga!" Mereka menjawab : "Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman : "Masuklah kalian ke dalam surga bersama orang tua kalian." (Hadist Qudsi Riwayat Ahmad). Wallahu a'lam.
Sumber : Bulletin "Uswah" Bulletin Dakwah dan Informasi Pusdai Jabar
 
 

Selasa, 10 Januari 2012

Khufarat Bulan Shafar

Pada zaman Jahiliyah, ada kepercayaan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial. Kepercayaan atau mitos/tahayul tersebut langsung dibantah oleh Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw bersabda : " Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Shafar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa" (HR. Bukhari).
Salah satu amalan khufarat yang pernah muncul ialah "Pesta mandi Safar dengan keyakinan bisa menghapuskan dosa dan menolak bala. Khufarat bulan Safar selengkapnya antara lain larangan menikah dan pertunangan, menghalangi bermusafir atau berpergian jauh, Rabu minggu terakhir bulan Safar puncak hari sial, upacara ritual menolak bala dan buang sial di pantai, sungai atau rumah (Mandi Safar), menganggap bayi lahir bulan Safar bernasib malang, dll. Semuanya itu tidak benar dan umat islam wajib mengingkari khufarat tersebut."
Kesialan, naas, atau bala bencana dapat terjadi kapan saja, tidak hanya bulan Safar. Allah SWT menegaskan : "Katakanlah : "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk Kami, Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah: 51). Wallahu a'lam
 (Disadur dari : "Uswah" Buletin Dakwah dan Informasi Pusdai Jabar)