Rabu, 25 Januari 2012

Lahir dari Keluarga Muslim, Haruskah Syahadat Lagi?

Seluruh manusia hakikatnya sudah beriman (muslim)  sejak lahir karena di alam ruh mereka (kita, manusia) sudah mengakui Allah SWT sebagai Tuhan.
 "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi   mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya beriman), 'Bukankan Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan'" (QS: Al-A'raf[7]: 172).
Para orang tua atau lingkunganlah yang dapat mengukuhkan keislaman itu, atau mengubahnya menjadi penganut agama lain.
 "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits shahih tersebut Nabi Muhammad Saw tidak menyebut nama "Islam", secara tidakk langsung mengukuhkan bahwa manusia sejak lahir itu Islam/Muslim. Fitrah yang dimaksud adalah beriman Islam(Muslim).
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tiada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS: Al-Rum: 30). 
Sebab itulah, Rasulullah Saw juga tidak memerintah seorang pun diantara mereka kaum muslimin agar membaca syahadat lagi (syahadat ulang) saat ia balig. Lagi pula, jika kita ada dalam keluarga Muslim, sejak kecil biasanya kita sudah belajar shalat dan mengaji, dan berlanjut hingga dewasa (akil balig).
Paling tidak setiap Muslim mengucapkan syahadat tiap hari dalam shalat. Paling tidak, kita baca syahdat 9 kali saat “tasyahud” dalam shalat, yaitu 2 kali dalam shalat Dzhuhur, 2 kali dalam shalat Ashar, 2 kali dalam shalat Maghrib, 2 kali dalam shalat Isya’ dan 1 kali dalam shalat Subuh, Jika ditambah shalat sunat, tentu jumlah syahadat juga bertambah.
Syahadat hanya diucapkan orang kafir yang masuk Islam, tepatnya kembali ke fitrahnya sebagai manusia beriman (Islam) sebagai tanda dirinya masuk Islam.
Sejauh ini, kita tidak menemukan dalil atau catatan sejarah, yang dhoif sekalipun, yang menunjukkan bahwa anak-anak para sahabat Nabi, para tabi’in, para ulama salaf, dan setiap generasi Muslim sepanjang 14 abad lalu, pernah melakukan syahadat lagi/syahadat ulang.
Jika ada sebuah kelompok yang mewajibkan syahadat kepada anggotanya, maka biasanya itu kelompok sempalan. Mereka tidak punya satu pun dalil Al-Qur’an, Hadits, ataupun Ijma dan Ijtihad ulama salaf, juga contoh dari para sahabat. Biasanya kelompok demikian menganggap orang di luar kelompoknya sebagai kafir. Karenanya sekali lagi, tidak ada istilah syahadat ulang. Wallahu a’lam.
Sumber: Bulletin "USWAH" Bulletin Dakwan dan Informasi Pusdai Jabar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar