Seluruh
manusia hakikatnya sudah beriman (muslim) sejak lahir karena di alam ruh
mereka (kita, manusia) sudah mengakui Allah SWT sebagai Tuhan.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya beriman), 'Bukankan Aku ini Tuhanmu?'
Mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan'" (QS:
Al-A'raf[7]: 172).
Para
orang tua atau lingkunganlah yang dapat mengukuhkan keislaman itu, atau
mengubahnya menjadi penganut agama lain.
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau
Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam
hadits shahih tersebut Nabi Muhammad Saw tidak menyebut nama "Islam",
secara tidakk langsung mengukuhkan bahwa manusia sejak lahir itu Islam/Muslim.
Fitrah yang dimaksud adalah beriman Islam(Muslim).
"Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tiada perubahan pada
fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui" (QS: Al-Rum: 30).
Sebab
itulah, Rasulullah Saw juga tidak memerintah seorang pun diantara mereka kaum
muslimin agar membaca syahadat lagi (syahadat ulang) saat ia balig. Lagi pula,
jika kita ada dalam keluarga Muslim, sejak kecil biasanya kita sudah belajar
shalat dan mengaji, dan berlanjut hingga dewasa (akil balig).
Paling
tidak setiap Muslim mengucapkan syahadat tiap hari dalam shalat. Paling tidak, kita baca syahdat 9 kali saat “tasyahud” dalam shalat, yaitu 2 kali dalam shalat Dzhuhur,
2 kali dalam shalat Ashar, 2 kali dalam shalat Maghrib, 2 kali dalam shalat Isya’
dan 1 kali dalam shalat Subuh, Jika ditambah shalat sunat, tentu jumlah
syahadat juga bertambah.
Syahadat
hanya diucapkan orang kafir yang masuk Islam, tepatnya kembali ke fitrahnya
sebagai manusia beriman (Islam) sebagai tanda dirinya masuk Islam.
Sejauh
ini, kita tidak menemukan dalil atau catatan sejarah, yang dhoif sekalipun,
yang menunjukkan bahwa anak-anak para sahabat Nabi, para tabi’in, para ulama
salaf, dan setiap generasi Muslim sepanjang 14 abad lalu, pernah melakukan
syahadat lagi/syahadat ulang.
Jika
ada sebuah kelompok yang mewajibkan syahadat kepada anggotanya, maka biasanya
itu kelompok sempalan. Mereka tidak punya satu pun dalil Al-Qur’an, Hadits,
ataupun Ijma dan Ijtihad ulama salaf, juga contoh dari para sahabat. Biasanya
kelompok demikian menganggap orang di luar kelompoknya sebagai kafir. Karenanya
sekali lagi, tidak ada istilah syahadat ulang. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar