Kamis, 14 Juni 2012

Menyikapi Kesempurnaan Islam

Oleh : dr. H. Hanny Ronosulistyo, Sp. OG(K). M.M

Dulu pernah ada orang bekebangsaan Jepang, sarjana S3, ingin menyelidiki kitab-kitab agama (Hindu/Weda, Taurat, Injil, dan Al-Qur'an). Ia sendiri beragama Shinto. Setelah menyelidiki dan mempelajarinya, akhir dari kesimpulannya adalah yang terbaik itu Al-Qur'an.
Karena ia bukan seorang Muslim, maka ia tertarik kepada Al-Qur'an. Ia menilai, kitab suci umat Islam ini begitu lengkap. Kini ia ingin melihat umat Islam dan dimana negeri banyak penduduknya beragama Islam. Ia pun pergi ke Indonesia. Ia begitu heran melihat kehidupan negara ini. Kitab agamanya lebih sempurna, lengkap, dan peraturan tata cara hidup ada di dalamnya, tetapi negara ini korupsi lebih besar, sampah di mana-mana, ketidakjujuran merajalela, ketegasan hukum tidak ada, padahal dalam Al-Qur'an jelas aturannya. Ini sangat menyedihkan!.
Marilah kita buka QS. Al-Maa-idah : 3

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah394, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya395, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah396, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini397 orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa398 karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."                 (QS:Al-Maa-idah:3)

Ayat itu menunjukkan, risalah yang diemban oleh Rasulullah Saw sudah selesai. Ayat tersebut juga bermakna, Al-Qur'an merupakan penyempurna kitab-kitab Allah SWT yang diturunkan sebelumnya.
Kitab-kitab sebelumnya diturunkan-Nya untuk kaum tertentu dan isinya sesuai dengan konteks keadaan manusia saat zaman kitab itu diturunkan, termasuk dari sisi daya nalar atau intelektualitasnya.
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi terakhir, Muhammad Saw, untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Karenanya kandungan Al-Qur'an lebih sempurna dibandingkan dengan kitab-kitab sebelumnya. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat intelektualitas manusia yang makin maju.
Sangat banyak ayat Al-Qur'an yang menantang dan mengajak manusia untuk menggunakan pikirannya (Afaala ta'qilun? Apakah kalian tak berpikir?). Dengan kata lain, butuh kecerdasan untuk memahami Al-Qur'an.
Dalam aplikasinya, pada pernikahan/rumah tangga, kita ambil contoh tentang perceraian, dalam agama Katolik pasangan suami-istri tidak boleh bercerai, Islam membolehkan perceraian tapi perceraian itu dimurkai Allah. Apa maknanya?.
Umar berkata, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah talaq (perceraian)" (HR. Abu Daud dan Hakim).
Bedakan susunan kalimat tersebut dengan susunan kalimat berikut: "Sesuatu yang dibenci Allah, tetapi halal adalah talaq (perceraian)." Kiranya bila kita jeli, kita akan mengecap rasa kata yang berbeda sekaligus arti yang sekilas tampak sama, tapi memiliki kedalaman makna yang berbeda.
Pada kalimat pertama, penekanan ada pada dibenci Allah sedangkan pada kalimat kedua penekanan terdapat pada kalimat halal.
Tentunya bukan sebuah kebetulan bila Rasulullah Saw berkata dengan susunan kata atau redaksi seperti pada kalimat pertama. Semuanya penuh makna yang harus kita gali dengan seksama, termasuk penggalian dari sudut pandang semantik (ilmu tentang makna kata dan kalimat).
Sebagai perbandingan, mari kita rasakan perbedaan kalimat berikut: "Dia itu pintar tapi judes". Yang jadi penekanan pada kalimat ini adalah sikap judesnya (negatif). Bandingkan dengan: "dia itu judes tapi pinter". Yang jadi penekanan adalah pinternya (positif).
Apa yang bisa kita tarik dari redaksi kalimat: " Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian",  tak lain bahwa kita mesti berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai, karena penekanan lebih pada kebencian Allah, bukan pada halalnya perceraian tersebut.
Dari contoh diatas dapat kita lihat bahwa Islam merupakan agama yang mengajak manusia berpikir kritis, mempergunakan akalnya secara optimal dalam menggali pesan-pesan Ilahi, Islam merupakan agama yang sempurna, sudah semestinya kita selalu berupaya meningkatkan kualitas keislaman kita.
Kita sering merasa hebat menjadi Muslim sehingga kita tidak berupaya untuk meningkatkan ilmu agama kita, untuk menjadi mu'min, muttaqin, muhsin dan mukhlis.
Di dalam kehidupan kita harus berusaha mencapai tingkat yang ulama, Ulama artinya orang yang berilmu dam mumpuni (teruji) dalam bidang ilmu yang ia tekuni. Ilmu itu bisa ilmu agama Islam ataupun ilmu-ilmu lainnya yang menguatkan Islam, seperti ilmu falaq, ilmu bumi, ilmu kimia, dan astronomi. Jadi, ulama itu bukan hanya yang menguasai ilmu agama karena Al-Qur'an merupakan sumber dari segala ilmu.
Hal itu sering dilupakan. Akibatnya, para ilmuwan yang nenekuni bidang ilmu selain ilmu agama tidak diajak berdakwah sehingga mereka tumbuh menjadi sekuler. Keaadan ini tentunya merugikan umat Islam sendiri karena keilmuannya menjadi mandeg, tidak berkembang.
Hal lainnya yang harus kita sadari adalah kemajuan zaman membuat generasi muda menjadi melek ilmu. Bila para remaja seratus atau dua ratus tahun yang lalu bisa dipaksa untuk menerima dogma-dogma, generasi saat ini tidak mau menerima hal-hal yang tidak bisa dibuktikan, sehingga antara ilmuwan dalam bidang agama dan ilmuwan-ilmuwan lainnya harus dapat bersenergi dengan baik agar tidak terjadi dikotomi (pemisahan) ilmu dan ilmuwan.
Sebagai bahan instrospeksi dan renungan cobalah, kita perhatikan firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah : 26, tentang perumpamaan-perumpamaan dan hikmah-hikmah yang menjadi pelajaran buat manusia :

"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu33. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah34, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik," (QS:Al-Baqarah : 26)


Disesatkan Allah berarti orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.


"(Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".(QS:Ali-Imran : 8) 

Sumber : Materi Ceramah Dhuha Pusdai Jabar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar